Rangkuman Pelajaran PPKN Kelas 9 Semester 1 - Sebelum melanjut membaca, mari dibaca dulu Kosa Kata Mandarin . Buat sobat yang sedang mencari rangkuman pelajaran PPKN, nah disini saya menuliskan artikel mengenai itu. Kiranya bermanfaat.
Bab 1
Dinanika Perwujudan Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
A. Penerapan Pancasila dari Masa ke Masa
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa telah disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia. Akan tetapi, dalam perwujudannya banyak sekali mengalami pasang surut.
1. Masa Orde Lama
a. Periode 1945-1950
Pada periode ini, penerapan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup menghadapi berbagai masalah. Ada upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa. Upaya-upaya tersebut terlihat dari munculnya gerakan-gerakan pemberontakan yang tujuannya menganti Pancasila dengan ideologi lainnya :
1. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun pada tanggal 18 September 1948 yang dipimpin oleh Muso. Tujuan utamanya adalah mendirikan Negara Soviet Indonesia yang berideologi komunis.
2. Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo. Pemberontakan ini ditandai dengan didirikannya Negara Islam Indonesia (NII) oleh Kartosuwiryo pada tanggal 17 Agustus 1949. Tujuan didirikannya NII adalah untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan syari’at islam. Kartosuwiryo bersama para pengikutnya baru bisa ditangkap pada tanggal 4 Juni 1962.
b. Periode 1950-1959
Pada periode ini persatuan dan kesatuan mendapat tantangan yang berat dengan munculnya pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Dalam bidang politik, berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis, tapi anggota Konstituante hasil pemilu tidak dapat menyusun Undang-Undang Dasar. Ini menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 untuk membubarkan Konstituante, UUDS 1950 tidak berlaku, dan kembali kepada UUD 1945. Kesimpulan adalah Pancasila diarahkan sebagai ideologi liberal ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.
c. Periode 1956-1965
Periode ini dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi presiden Soekarno. Terjadi berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup, dan menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang tidak cocok bagi NKRI. Ini membuat adanya usaha untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain. Terjadi lagi pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 dipimpin oleh D.N Aidit. Tujuannya adalah untuk mendirikan Negara Soviet di Indonesia serta mengganti Pancasila dengan paham komunis. Pemberontakan ini bisa digagalkan, dan semua pelakunya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman sesuai dengan perbuatannya.
2. Masa Orde Baru
Era demokrasi terpimpin di bawah pimpinan Presiden Soekarno mendapat tamparan yang keras ketika terjadinya peristiwa tanggal 30 September 1965, yang disinyalir didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Ini membuat Presiden Soekarno dilengserkan dari presiden pada tahun 1967.
Era baru ini dimulai dengan masa transisi singkat dari tahun 1966-1968, ketitka Jendra Soeharto menjadi presiden Indonesia. Era yang dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep Demokrasi Pancasila. Visi utama Orde Baru adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Presiden Soeharto dipandang rakyat sebagai sesosok manusia yang mampu mengeluarkan bangsa ini keluar dari keterpurukan. Ini dikarenakan beliau berhasil membubarkan PKI, juga berhasil menciaptakan stabilitas keamanan negeri ini pasca pemberontakan PKI dalam waktu yang relatif singkat. Namun, sebenarnya tidak ada perubahan yang subtantif dari kehidupan politik Indonesia. Antara Orde Baru dan Orde Lama sebenarnya sama saja (sama-sama otoriter). Dalam perjalanan politik pemerintahan Orde Baru, kekuasaan Presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik di Indonesia. Selain itu Presiden Soeharto juga mempunyai sejumlah legalitas yang tidak dimiliki oleh siapapun seperti Pengemban Supersemar, Mandataris MPR, Bapak Pembangunan dan Panglima Tertinggi ABRI.
Dari hal diatas dapat diketahui bahwa penerapan Pancasila masih jauh dari harapan. Pelaksanaan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen hanya dijadikan alat politik penguasa belaka. Kenyataan yang terjadi demokrasi Pancasila sama dengan kediktatoran.
3. Masa Reformasi
Pada masa reformasi, penerapan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa terus menghadapi berbagai tantangan. Penerapan Pancasila tidak lagi dihadapkan pada ancaman pemberontakan-pemberontakan yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain, akan tetapi lebih dihadapkan pada kondisi kehidupan masyarakat yang diwarnai oleh kehidupan yang serba bebas. Kebebasan berbicara, berorganisasi, berekspresi dan sebagainya. Kebebasan tersebut di satu sisi dampak negatif yang merugikan bangsa Indonesia sendiri.
Tantangan lain dalam penerapan Pancasila di era reformasi adalah menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama warga bangsa saat ini. Selain dua tantangan tersebut, saat ini bangsa Indonesia dihadapkan pada perkembangan dunia yang sangat cepat serta berpacunya pembangunan bangsa-bangsa. Walaupun bangsa-bangsa di dunia makin menyadari bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lain, namun persaingan antar kekuatan-kekuatan besar dunia dan perebutan pengaruh masih berkecamuk. Cara untuk menanamkan pengaruh kepada negara lain adalah melalui penyusupan ideologi, baik secara langsung maupun tidak. Ini harus diwaspadai agar tidak masuknya ideologi lain yang tidak sesuai dengan Pancasila. Keadaan ini sadar atau tidak sadar, kemungkinan bangsa kita akan berpaling dari Pancasila dan mencoba membangun masa depannya dengan diilhami oleh ideologi negara lain.
B. Nilai-nilai Pancasila Sesuai dengan Perkembangan Zaman
Nilai dasar Pancasila adalah nilai Ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Nilai-nilai dasar Pancasila dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, berarti nilai-nilai tersebut tetap dapat diterapkan dalam berbagai kehidupan bangsa dari masa ke masa. Hal tersebut dikarenakan Pancasila merupakan ideologi yang bersifat terbuka.
1. Hakikat Ideologi Terbuka
Ciri khas ideologi terbuka adalah nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat itu sendiri.
Perbedaan ideologi Terbuka Ideologi Tertutup
Ideologi Terbuka
1.Sistem pemikiran terbuka
2.Nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar
3.Dasar pembentukan ideologi bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dan kesepakatan dari masyarakat sendiri
4.Tidak diciptakan oleh negara, melainkan oleh masyarakat itu sendiri
5.Dibutuhkan oleh seluruh warga masyarakat
6.Isinya tidak bersifat operasional
7.Senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan aspirasi, pemikiran serta akselerasi
1.Sistem pemikiran terbuka
2.Nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar
3.Dasar pembentukan ideologi bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dan kesepakatan dari masyarakat sendiri
4.Tidak diciptakan oleh negara, melainkan oleh masyarakat itu sendiri
5.Dibutuhkan oleh seluruh warga masyarakat
6.Isinya tidak bersifat operasional
7.Senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan aspirasi, pemikiran serta akselerasi
Ideologi Tertutup
1.Sistem pemikiran tertutup
2.Cenderung untuk memaksakan mengambil nilai-nilai ideologi dari luar masyarakat
3.Dasar pembentukannya adalah cita-cita atau keyakinan ideologis perseorangan
4.Pada dasarnya ideologi tersebut diciptakan oleh negara, dalam hal ini penguasa negara yang mutlak harus diikuti oleh seluruh warga masyarakat
5.hanya dibutuhkan oleh penguasa negara untuk melangengkan kekuasaannya dan cenderung memiliki nilai kebenaran hanya dari sudut pandang penguasa saja.
6.Isinya terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang bersifat keras yang wajib ditaati
7.Tertutup terhadap pemikiran-
pemikiran baru
1.Sistem pemikiran tertutup
2.Cenderung untuk memaksakan mengambil nilai-nilai ideologi dari luar masyarakat
3.Dasar pembentukannya adalah cita-cita atau keyakinan ideologis perseorangan
4.Pada dasarnya ideologi tersebut diciptakan oleh negara, dalam hal ini penguasa negara yang mutlak harus diikuti oleh seluruh warga masyarakat
5.hanya dibutuhkan oleh penguasa negara untuk melangengkan kekuasaannya dan cenderung memiliki nilai kebenaran hanya dari sudut pandang penguasa saja.
6.Isinya terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang bersifat keras yang wajib ditaati
7.Tertutup terhadap pemikiran-
pemikiran baru
Di atas kita mengetahui bahwa ideologi trebuka lebih baik dibanding ideologi tertutup. Ideologi terbuka dibutuhkan oleh setiap negara. Jika menggunakan ideologi tertutup seperti negara komunis itu berarti negara tersebut tidak dapat membendung desakan yang muncul dari dalam dan dari luar negaranya, pada akhirnya membuat ideologi negara tersebut ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri.
2. Kedudukan Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa, sehingga memenuhi prasyarat menjadi ideologi yang terbuka. Keterbukaan Pancasila mengandung pengertian bahwa Pancasila senantiasa mampu berinteraksi secara dinamis. Nilai-nilai Pancasila tidak berubah, namun pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang kita hadapi dalam setiap waktu. Maksudnya bahwa ideologi Pancasila bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.
Berikut adalah nilai-nilai dalam Pancasila.
• Nilai Dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila. Bersifat universal, sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ini bersifat tetap dan terlekat pada kelangsungan hidup negara.
• Nilai instrumental, yaitu penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila.
• Nilai praksis, yaitu realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
• Nilai Dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila. Bersifat universal, sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ini bersifat tetap dan terlekat pada kelangsungan hidup negara.
• Nilai instrumental, yaitu penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila.
• Nilai praksis, yaitu realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pancasila sebagai ideologi terbuka juga memiliki tiga dimensi, yaitu:
a. Dimensi Idealisme
Dimensi ini menekankan bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh itu, pada hakikatnya bersumber pada filsafat Pancasila. Karena setiap ideologi bersumber pada suatu nilai-nilai filosofis atau sistem filsafat.
b. Dimensi Normatif
Dimensi ini mengandung pengertian bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung dalam norma-norma keagamaan. Artinya Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan tertib hukum tertinggi dalam negara Republik Indonesia serta merupakan staatsfundamentalnorm (pokok kaidah negara yang fundamental).
c. Dimensi Realitas
Dimensi ini mengandung makna bahwa suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas kehidupan yang berkembang dalam masyarakat. Pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakatnya secara nyata baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan negara (Alfian, 1992:195).
Berdasarkan dimensi yang dimiliki oleh Pancasila sebagai ideologi terbuka, maka ideologi Pancasila:
• Tidak bersifat utopis, yaitu hanya merupakan sistem ide-ide belaka yang jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata.
• Bukan merupakan suatu doktrin belaka yang bersifat tertutup, melainkan suatu norma yang bersifat idealis, nyata dan reformatif yang mamapu melakukan perubahan.
• Bukan merupakan suatu ideologi yang pragmatis, yang hanya menekankan pada segi praktis-praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme.
• Tidak bersifat utopis, yaitu hanya merupakan sistem ide-ide belaka yang jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata.
• Bukan merupakan suatu doktrin belaka yang bersifat tertutup, melainkan suatu norma yang bersifat idealis, nyata dan reformatif yang mamapu melakukan perubahan.
• Bukan merupakan suatu ideologi yang pragmatis, yang hanya menekankan pada segi praktis-praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme.
Pancasila dapat dipastikan bukan merupakan ideologi tertutup, tetapi ideologi terbuka. Akan tetapi, meskipun demikian keterbukaan Pancasila bukan berarti tanpa batas. Keterbukan ideologi Pancasila harus selalu memperhatikan:
• Stabilitas nasional dinamis
• Larangan untuk memasukan pemikiran-pemikiran yang mengandung nilai-nilai ideologi marxisme, leninisme dan komunisme.
• Mencegah berkembang paham liberal
• Larangan terhadap pandangan ekstrim yang menggelisahkan kehidupan masyarakat
• Penciptaan norma yang barus harus melalui konsensus
• Stabilitas nasional dinamis
• Larangan untuk memasukan pemikiran-pemikiran yang mengandung nilai-nilai ideologi marxisme, leninisme dan komunisme.
• Mencegah berkembang paham liberal
• Larangan terhadap pandangan ekstrim yang menggelisahkan kehidupan masyarakat
• Penciptaan norma yang barus harus melalui konsensus
C. Perwujudan Nilai-nilai Pancasila dalam berbagai Kehidupan
1. Perwujudan nilai-nilai Pancasila di bidang Politik
Bangsa Indonesia menghargai hak asasi manusia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Bukan hak asasi manusia yang mengutamakan kebebasan individu atau sebaliknya mengutamakan kewajiban tanpa menghargai hak individu. Namun hak asasi manusia yang menjaga keseimbangan hak dan kewajiban. Hak asasi manusia yang dijiwai oleh nilai yang terkandung dalam Pancasila. Demokrasi yang kita kembangkan adalah demokrasi Pancasila. Suatu demokrasi yang tumbuh dari tradisi nilai-nilai budaya bangsa selama ini. Demokrasi yang mengutamakan musyawarah mufakat dan kekeluargaan, yang tidak berdasarkan dominasi mayoritas maupun tirani minoritas. Sistem yang mengutamakan kekeluargaan, bukan sistem oposisi yang saling menjatuhkan dan mengutamakan kepentingan individu dan golongan. Sistem pemilihan umum dalam demokrasi merupakan salah satu contoh perwujudan yang demokrasi yang dikembangkan di Indonesia. Dalam bidang hukum, hukum nasional yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Peraturan perundang-undagan harus sesuai dengan nilai Pancasila.
2. Perwujudan nilai-nilai Pancasila di bidang Ekonomi
Landasan operasional sistem ekonomi yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 33, yang menegaskan:
• Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
• Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hiduporang banyak dikuasai oleh negara
• Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
• Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan berkelanjutan, berwawawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatan ekonomi nasional.
• Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
• Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hiduporang banyak dikuasai oleh negara
• Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
• Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan berkelanjutan, berwawawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatan ekonomi nasional.
3. Perwujudan Nilai-nilai Pancasila di bidang Sosial Budaya
Sistem nilai sosial yang ada dalam masyarakat Indonesia terus dikembangkan agar lebih maju dan modern. Oleh karena itu proses modernisasi perlu terus dikembangkan. Nilai-nilai sosial yang sudah ada dalam masyarakat yang sesuai dengan Pancasila harus terus dipelihara dan diwariskan kepada generasi muda. Demikian juga nilai-nilai sosial dari luar seperti etos kerja, kedisiplinan, ilmiah dapat diterima sesuai nilai-nilai Pancasila. Pengembangan kebudayaan nasional yang berakar pada kebudayaan daerah yang luhur dan beradab, serta menyerap nilai budaya asing yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila untuk memperkaya budaya bangsa. Sikap feodal, sikap eksklusif, dan paham kedaerahan yang sempit serta budaya asing yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila perlu dicegah perkembangannya dalam proses pembangunan. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan contoh budaya asing yang dapat memperkaya budaya bangsa. Namun tidak perlu ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
4. Perwujudan Nilai-nilai Pancasila di bidang Pertahanan dan Keamanan
Pembangunan bidang pertahanan dan keamanan secara tegas ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 3 yang mengaskan bahwa pembelaan negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Demikian juga pasal 30 menegaskan setiap warga negara berhak dan wajib ikur serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Bentuk partisipasi rakyat dalam pembelaan negara yang sudah ada dalam masyarakat seperti sistem “ronda” atau sistem keamanan lingkungan (siskamling) yang melibatkan masyarakat secara bergantian. Di beberapa daerah juga terdapat lembaga masyarakat atau adat yang bertugas menjaga keamanan masyarakat, seperti Pecalang di Bali. Lembaga ini dibentuk oleh dan dari masyarakat sekitar untuk menjada keamanan lingkungan masyarakat.
Bab 2
Pokok Pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
A. Hakikat Pokok Pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
1. Pokok pikiran pertama: “Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan (pokok pikiran persatuan).”
1. Pokok pikiran pertama: “Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan (pokok pikiran persatuan).”
Pokok pikiran ini menegaskan bahwa dalam pembukaan diterima aliran negara persatuan. Negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa dan seluruh wilayahnya. Dengan demikian negara mengatasi segala macam faham golongan, faham individualis. Negara menurut pengertian Pembukaan UUD 1945 menghendaki persatuan. Dengan kata lain, penyelenggara negara dan setiap warga negara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau individu. Pokok pikiran ini merupakan penjabaran dari sila ketiga Pancasila.
2. Pokok pikiran kedua: “Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (pokok pikiran keadilan sosial).”
Pokok pikiran ini menempatkan suatu tujuan yang ingin di capai dalam Pembukaan, dan merupakan suatu sebab tujuan, sehingga dapat menentukan jalan serta aturan yang harus dilaksanakan dalam Undang-Undang Dasar untuk sampai pada tujuan tersebut dengan modal persatuan. Ini merupakan pokok pikiran keadilan sosial yang didasarkan kepada kesadaran bahwa manusia mempunyai hak hak dan kewajiban dalam kehidupan masyarakat. Pokok pikiran ini merupakan penjabaran sila kelima Pancasila.
3. Pokok pikiran ketiga: “Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan (pokok pikiran kedaulatan rakyat).”
Pokok pikiran ini mengandung konsekuensi logis bahwa sistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan permusyawaratan/perwakilan. Ini merupakan pokok pikiran kedaulatan rakyat, yang menyatakan bahwa kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Pokok pikiran inilah yang merupakan dasar politik negara. Pokok pikiran ini merupakan penjabaran sila keempat Pancasila.
4. Pokok pikiran keempat: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab (pokok pikiran Ketuhanan).”
Pokok pikiran ini mengandung konsekuensi logis bahwa Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara lainnya untuk memelihara budi pekerti kemanusian yang luhur. Hal ini menegaskan bahwa pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian taqwa kepada Tuhan Yang Maha esa, dan pokok pikiran kemanusian yang adil dan beradab mengandung pengertian menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia atau nilai kemanusian yang luhur. Pokok pikiran keempat ini merupakan dasar moral negara yang pada hakikatnya merupakan suatu penjabaran dari sila pertama dan sila kedua Pancasila.
B. Arti Penting Pokok-pokok Pikiran dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Penjelasan UU Negara Republik Indonesia Tahun 1945menegaskan bahwa “Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Reichsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya.” Dapat disimpulkan bahwa pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sumber hukum tertinggi di Indonesia.
Sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia, maka pokok-pokok yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dalam realisasinya harus dijabarkan dalam semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia harus bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya terkandung asas kerohanian negara yaitu Pancasila.
Dengan tetap menyadari makna nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan memperhatikan hubungan antara Pembukaan dan pasal-pasal, maka disimpulkan bahwa Pembukaan UUD 1945 yang memuat dasar falsafah negara Pancasila dan UUD 1945 merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, bahkan merupakan satu rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu. UUD 1945 isinya adalah rangkaian pasal-pasal dari pokok-pokok pikran dalam Pembukaan UUD 1945, yang tidak lain adalah nilai-nilai Pancasila. Pancasila memancarkan nilai-nilai luhur yang telah mampu memberikan semangat kepada dan terpancang dengan khidmat dalam perangkat UUD 1945. Semangat (Pembukaan) dan yang disemangati(Pasal-Pasal UUD 1945) pada hakikatnya merupakan satu rangkaian kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
Pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD 1945, juga memiliki arti penting dalam konteks hukum dasar. Di samping UUD, masih ada hukum dasar yang tidak tertulis juga merupakan sumber hukum, yaitu aturan dsar yang timbul dan terpelihra dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Inilah yang disebut konvensi atau kebiasaan katatanegaraan sebagai pelengkap atau pengisi kekosongan dalam UUD.
C. Sikap Positif terhadap Pokok-pokok Pikiran dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Mempertahankan pokok-pokok pikiran dalam Pembukaaan UUD 1945, tidak hanya dilakukan dengan tidak merubahnya, tapi mewujudkan pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Setiap lembaga negara, lembaga masyarakat, dan setiap warga negara wajib memperjuangkan pokok-pokok pikiran tersebut menjadi kenyataan.
Berikut contoh sikap positif dalam setiap pokok pikiran dalam pebukaan UUD 1945.
No Pokok Pikran Sikap Positif yang Ditampilkan
- Persatuan
- Persatuan
1. Hidup rukun dengan saudara
2. Ikut serta dalam belajar kelompok
3. Ikut serta dalam kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan
4. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik danbenar
- Keadilan Sosial
2. Ikut serta dalam belajar kelompok
3. Ikut serta dalam kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan
4. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik danbenar
- Keadilan Sosial
1. Berteman dengan siapa saja
2. Bersikap sportif
3. Membantu sesama
4. Menghargai hak orang lain
- Kedaulatan Rakyat
2. Bersikap sportif
3. Membantu sesama
4. Menghargai hak orang lain
- Kedaulatan Rakyat
1. Tidak main hakim sendiri
2. Melaksanakan apa yang sudah menjadi keputusan bersama
3. Menyelesaikan masalah dengan musyawarah
4. Tidak memaksakan kehendak pribadi
- Ketuhanan
2. Melaksanakan apa yang sudah menjadi keputusan bersama
3. Menyelesaikan masalah dengan musyawarah
4. Tidak memaksakan kehendak pribadi
- Ketuhanan
1. Toleransi antar umat beragama
2. Percaya pada Tuhan Yang Maha Esa
3. Beribadah dengan benar
4. Menghormati agama lain
2. Percaya pada Tuhan Yang Maha Esa
3. Beribadah dengan benar
4. Menghormati agama lain
Bab 3
Kepatuhan Terhadap Hukum
A. Hakikat Hukum
1. Pengertian Hukum
Hukum itu pada hakikatnya merupakan pagar pembatas, agar kehidupan manusia aman dan damai. Jika di negara ini tidak ada hukum, maka kekacauan akan terjadi pada semua aspek kehidupan. Hukum itu
merupakan aturan, tata tertib dan kaidah hidup. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada kesepakatan pasti tentang rumusan arti hukum. Untuk merumuskan pengertian hukum tidak mudah, karena hukum itu meliputi banyak segi dan bentuk sehingga satu pengertian tidak mungkin mencakup keseluruhan segi dan bentuk hukum. Setiap orang atau ahli akan memberikan arti yang berlainan sesuai dengan sudut pandang masing-masing untuk mengartikan hukum. Ini sesuai dengan pendapat Van Apeldorn “Definisi tentenag hukum adalah sangat sulit unutk dibuat karena tidak mungkin untuk mengadakannya sesuai kenyataan”. Meski sulit
merumuskan definisi baku untuk hukum, di dalam hukum terdapat beberapa unsur, diantaranya:
• Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
• Peraturan itu dibuat dan ditetapkan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
• Peraturan itu bersifat memaksa.
• Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Adapun karakteristik hukum adalah:
• Adanya perintah dan larangan.
• Perintah atau larangan tersebut harus dipatuhi oleh semua orang.
• Adanya perintah dan larangan.
• Perintah atau larangan tersebut harus dipatuhi oleh semua orang.
Hukum dapat memaksa seseorang untuk mentaati tata tertib yang berlaku di dalam masyarakat dan terhadap orang yang tidak mentaatinya diberikan sanksi yang tegas. Dengan demikian suatu ketentuan hukum mempunyai tugas untuk:
• Menjamin kepastian hukum bagi setiap orang di dalam masyarakat.
• Menjamin ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, kemakmuran, kebahagian dan kebenaran.
• Menjaga jangan sampai terjadi perbuatan main hakim sendiri dalam pergaulan masyarakat.
2. Penggolongan Hukum
Mengingat aspek kehidupan manusia sangat luas, sudah barang tentu ruang lingkup atau cakupan hukum pun begitu luas. Sehingga perlu dilakukan penggolongan. Berdasarkan kepustakaan ilmu hukum, hukum dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Berdasarkan sumbernya, hukum dapat dibagi dalam:
• Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
• Hukum kebiasaan, yaitu hukum yang terletak dalam peraturan-peraturan kebiasaan
• Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antar negara (traktat)
• Hukum yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
• Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
• Hukum kebiasaan, yaitu hukum yang terletak dalam peraturan-peraturan kebiasaan
• Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antar negara (traktat)
• Hukum yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
b. Berdasarkan tempat berlakunya, hukum dapat dibagi dalam:
• Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah suatu negara tertentu.
• Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antar negara dalam dunia internasional. Berlaku secara universal, baik secara keseluruhan maupun terhadap negara yang mengikatkan dirinya pada suatu perjanjian internasional (traktat).
• Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah negara lain.
• Hukum gereja, yaitu kumpulan-kumpulan norma yang ditetapkan oleh gereja untuk para anggota-anggotanya.
• Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah suatu negara tertentu.
• Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antar negara dalam dunia internasional. Berlaku secara universal, baik secara keseluruhan maupun terhadap negara yang mengikatkan dirinya pada suatu perjanjian internasional (traktat).
• Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah negara lain.
• Hukum gereja, yaitu kumpulan-kumpulan norma yang ditetapkan oleh gereja untuk para anggota-anggotanya.
c. Berdasarkan bentuknya, hukum dapat dibagi dalam:
- Hukum tertulis, yang di bedakan atas dua macam sebagai berikut:
• Hukum tertulis yang dikodifikasikan, yaitu hukum yang disusun secara lengkap, sistematis, teratur dan dibukukukan, sehingga tidak perlu lagi peraturan pelaksanaan.
• Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan yaitu hukum yang meskipun tertulis, tetapi tidak disusun secara sistematis, tidak lengkap, dan masih terpisah-pisah, sehingga sering masih memerlukan peraturan pelaksanaan dalam penerapan.
• Hukum tertulis yang dikodifikasikan, yaitu hukum yang disusun secara lengkap, sistematis, teratur dan dibukukukan, sehingga tidak perlu lagi peraturan pelaksanaan.
• Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan yaitu hukum yang meskipun tertulis, tetapi tidak disusun secara sistematis, tidak lengkap, dan masih terpisah-pisah, sehingga sering masih memerlukan peraturan pelaksanaan dalam penerapan.
- Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang hidup dan diyakini oleh warga nasyarakat serta dipatuhi dan tidak dibentuk menurut prosedur formal, tetapi lahir dan tumbuh dikalangan masyarakat itu sendiri.
d. Berdasarkan waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam:
• Ius Constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Misalnya UUD1945, UU RI Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
• Ius Constituendum (hukum negatif), yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang. Misalnya rancangan undang-undang (RUU)
• Ius Constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Misalnya UUD1945, UU RI Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
• Ius Constituendum (hukum negatif), yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang. Misalnya rancangan undang-undang (RUU)
e. Berdasarkan cara mempertahankanya, hukum dapat dibagi dalam:
• Hukum material, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat yang berlaku umum tentang hal yang dilarang dan dibolehkan untuk dilakukan. Misalnya hukum pidana, hukum perdata, hukum dagang dan sebagainya.
• Hukum formal, yaitu hukum yang mengatur bagaimana cara mempertahankan dan melaksanakan hukum meterial. Misalnya Hukum Acara Pidana (KUHAP), Hukum Acara Perdata dan sebagainya.
• Hukum material, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat yang berlaku umum tentang hal yang dilarang dan dibolehkan untuk dilakukan. Misalnya hukum pidana, hukum perdata, hukum dagang dan sebagainya.
• Hukum formal, yaitu hukum yang mengatur bagaimana cara mempertahankan dan melaksanakan hukum meterial. Misalnya Hukum Acara Pidana (KUHAP), Hukum Acara Perdata dan sebagainya.
f. Berdasarkan sifatnya, hukum dapat dibagi dalam:
• Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak. Misalnya melakukan pembunuhan , maka sanksinya secara paksa wajib dilaksanakan.
• Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian. Misalnya ketentuan dalam pewarisan ab-intesto (pewarisan berdasarkan undang-undang), baru mungkin bisa dilaksanakan jika tidak ada surat wasiat (testamen)
• Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak. Misalnya melakukan pembunuhan , maka sanksinya secara paksa wajib dilaksanakan.
• Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian. Misalnya ketentuan dalam pewarisan ab-intesto (pewarisan berdasarkan undang-undang), baru mungkin bisa dilaksanakan jika tidak ada surat wasiat (testamen)
g. Berdasarkan wujudnya, hukum dapat dibagi dalam:
• Hukum objektif, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara dua orang atau lebih yang berlaku umum.
• Hukum subjektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap seorang atau lebih. Hukum subjektif sering juga disebut hak.
• Hukum objektif, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara dua orang atau lebih yang berlaku umum.
• Hukum subjektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap seorang atau lebih. Hukum subjektif sering juga disebut hak.
h. Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi dalam:
- Hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan individu (warga negara), menyangkut kepentingan umum (publik). Terbagi atas:
• Hukum Pidana, yaitu mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan, memuat larangan dan sanksi.
• Hukum Tata Negara, yaitu mengatur hubungan antara negara dengan bagian-bagiannya.
• Hukum Tata Usaha Negara (administratif), yaitu mengatur tugas kewajiban pejabat negara.
• Hukum Internasional, yaitu mengatur hubungan antar negara, seperti hukum perjanjian internasional, hukum perang internasional, dan sebagainya.
• Hukum Pidana, yaitu mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan, memuat larangan dan sanksi.
• Hukum Tata Negara, yaitu mengatur hubungan antara negara dengan bagian-bagiannya.
• Hukum Tata Usaha Negara (administratif), yaitu mengatur tugas kewajiban pejabat negara.
• Hukum Internasional, yaitu mengatur hubungan antar negara, seperti hukum perjanjian internasional, hukum perang internasional, dan sebagainya.
- Hukum privat (sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara individu satu dengan individu lain, termasuk negara sebagai pribadi. Terbagi atas:
• Hukum Perdata, yaitu huku mengatur hubungan antar individu secara umum. Contoh hukum keluarga, hukum kekayaan, hukum waris, hukum perjanjian, dan hukum perkawinan.
• Hukum Perniagaan (dagang), yaitu mengatur hubungan antar individu dalam perdagangan. Contoh hukum tentang jual beli, hutang piutang, mendirikan perusahaan dagang dan sebagainya)
• Hukum Perdata, yaitu huku mengatur hubungan antar individu secara umum. Contoh hukum keluarga, hukum kekayaan, hukum waris, hukum perjanjian, dan hukum perkawinan.
• Hukum Perniagaan (dagang), yaitu mengatur hubungan antar individu dalam perdagangan. Contoh hukum tentang jual beli, hutang piutang, mendirikan perusahaan dagang dan sebagainya)
3. Tujuan Hukum
a. Menurut Aristoteles (Teori Etis)
Tujuan hukum ialah semata-mata untuk mencapai keadilan. Maksudnya adalah memberikan kepada setiap orang, apa yang menjadi haknya. Disebut teori etis karena isi hukumnya semata-mata ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang adil dan yang tidak adil.
b. Menurut Jeremy Bentham (Teori Utilitis)
Hukum bertujuan untuk mencapai kemanfaatan. Artinya hukum itu bertujuan untuk menjamin kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya orang ataupun masyarakat.
c. Menurut Van Apeldorn
Tujuan hukum adalah untuk mengatur tata tertib dan pergaulan hidup manusia secara damai dan adil, dan hukum itu sendiri menghendaki perdamaian.
B. Arti Penting Hukum yang Berlaku dalam Kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara
Keberadaan hukum dalam pergaulan hidup bagi warga negara memiliki arti penting dalam membina kerukunan, keamanan, ketenteraman, dan keadilan. Secara singkat, dapat disebutkan arti penting hukum bagi masyarakat, yaitu:
1. Memberikan kepastian hukum bagi warga negara
Sebuah peraturan berfungsi untuk memberikan kepastian hukum bagi warga negara. Sebuah negara yang tidak memiliki kepastian hukum sudah pasti akan kacau.
2. Melindungi dan mengayomi hak-hak warga negara
Peraturan hukum juga berfungsi mengayomi dan melindungi hak-hak warga negara. Hakasetiap orang secara kodrati sudah melekat pada diri manusia sebagai anugerah Tuhan. Hukum dibuat untuk menjamin agar hak tersebut terus dijaga. Dengan adanya hukum, orang tidak akan sesuka hati melanggar hak orang lain.
3. Memberikan rasa keadilan bagi warga negara
Hukum juga berperan untuk memberikan rasa keadilan bagi warga negara. Hukum tidak hanya menciptakan ketertiban dan ketenteraman, namun juga keadilan bagi warga negara.
4. Menciptakan ketertiban dan ketenteraman
Hukum menjadi sangat penting karena hukum bisa menciptakan ketertiban dan keterteraman. Masyarakat akan tertib dan teratur apabila terdapat hukum dalam masyarakat yang ditaati oleh warganya.
C. Kepatuhan terhadap Hukum dalam Kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara
1. Perilaku yang sesuai dengan hukum
Ketaatan atau kepatuhan terhadap hukum yang berlaku merupakan konsep nyata dalam diri seseorang yang diwujudkan dalam perilaku yang sesuai dengan sistem hukum yang berlaku. Tingkat kepatuhan hukum yang diperlihatkan oleh seorang warga negara, secara langsung menunjukkan tingkat kesadaran hukum yang dimilikinya. Kepatuhan hukum mengandung arti bahwa seseorang memiliki kesadaran untuk:
• Memahami dan menggunakan peraturan perundangan yang berlaku
• Mempertahankan tertib hukum yang ada
• Menegakkan kepastian hukum.
• Memahami dan menggunakan peraturan perundangan yang berlaku
• Mempertahankan tertib hukum yang ada
• Menegakkan kepastian hukum.
Adapun ciri-ciri seseorang yang berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku dapat dilihat dari perilaku yang diperbuatnya:
• Disenangi oleh masyarakt pada umumnya.
• Tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain.
• Tidak menyinggung perasaan orang lain
• Menciptakan keselarasan
• Mencerminkan sikap sadar hukum
• Mencerminkan kepatuhan terhadap hukum
• Disenangi oleh masyarakt pada umumnya.
• Tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain.
• Tidak menyinggung perasaan orang lain
• Menciptakan keselarasan
• Mencerminkan sikap sadar hukum
• Mencerminkan kepatuhan terhadap hukum
Perilaku yang mencerminkan sikap patuh terhadap hukum harus kita tampilkan dalam kehidupan sehari baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara. Berikut ini contoh perilaku yang mencerminkan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku.
a. Dalam kehidupan di lingkungan keluarga, diantaranya:
• Mematuhi perintah orang tua
• Menghormati anggota keluarga
• Melaksanakan aturan yang dibuat dan disepakati keluarga
• Mematuhi perintah orang tua
• Menghormati anggota keluarga
• Melaksanakan aturan yang dibuat dan disepakati keluarga
b. Dalam kehidupan di lingkungan sekolah, diantaranya:
• Menghormati guru
• Tidak mencontek ketika sedang ulangan
• Mengikuti pelajaran sesuai dengan jadwal yang berlaku
• Menghormati guru
• Tidak mencontek ketika sedang ulangan
• Mengikuti pelajaran sesuai dengan jadwal yang berlaku
c. Dalam kehidupan di lingkungan masyarakat, diantaranya:
• Melaksanakan setiap norma yang berlaku di masyarakat.
• Ikut serta dalam kegiatan kerja bakti
• Menghormati keberadaan tetangga disekitar rumah
• Melaksanakan setiap norma yang berlaku di masyarakat.
• Ikut serta dalam kegiatan kerja bakti
• Menghormati keberadaan tetangga disekitar rumah
d. Dalam kehidupan di lingkungan bangsa dan negara, diantaranya:
• Ikut serta dalam kegiatan Pemilihan Umum
• Membayar pajak
• Membuang sampah pada tempatnya.
• Ikut serta dalam kegiatan Pemilihan Umum
• Membayar pajak
• Membuang sampah pada tempatnya.